20 November 2016

Lika Liku Mencari Kerja

Kata orang cari kerja itu susah susah gampang. Ada yang beruntung sehabis kuliah bisa langsung dapat kerja. Ada yang perlu waktu sebulan, dua bulan, 5 bulan, bahkan setahun baru bisa dapat kerja. Ada yang beruntung pula bisa bekerja di perusahaan bonafit, tapi tak sedikit mereka yang harus bertahan di zona nyaman karena terdesak kebutuhan hidup. Aku nggak pernah menyalahkan itu. Setiap orang punya jalan rezekinya masing-masing, dan untuk meraihnya itu pun jalannya berbeda, nggak pernah sama.

Sumber gambar : Lowongan.id
Jangan pernah berharap juga bisa mendapatkan pekerjaan sesuai jurusan kuliah. Awalnya kupikir mudah mendapatkan kerja sesuai jurusanku, Teknik Elektro. Saat itu aku berpikir pekerjaan yang cocok dan pas dengan jurusanku adalah menjadi engineer. Tapi tidak semua perusahaan menerima engineer perempuan. Hingga akhirnya aku mencoba melamar pekerjaan di bidang apapun selain teknik, mulai dari guru privat, guru TK, bahkan menjadi OS untuk Customer Service di salah satu operator seluler.

Lalu bagaimana perjalananku hingga akhirnya bisa mendapat kerja? Ini ceritaku dengan kisah pahit manis di dalamnya...

Sehabis lulus kuliah, aku kembali ke Bandung. Alasanku mencari kerja di Bandung adalah agar bisa kembali berkumpul dengan keluarga. Bisa mencari nafkah sekaligus mengontrol kondisi keluarga secara langsung. Aku mulai mencari-cari kerja mulai dari apply lewat jobstreet dan jobsdb, mencari lowongan di koran, hingga ikut jobfair, namun hasilnya nihil. Bahkan jobfair yang aku datangi pertama kali di Landmark Braga Bandung nggak ada panggilan satupun. Kalaupun ada, itu hanya perusahaan macem finance, cari nasabah, main saham, yang sejujurnya aku nggak paham mengenai bidang itu.

Pernah sekali aku mendapat panggilan interview untuk menjadi pengajar di sebuah tempat kursus di daerah Kopo, Bandung. Tanpa ragu aku harus meluncur kesana. Sesampainya disana dan kemudian di-interview, orang yang mewawancaraiku malah kaget, kenapa aku yang notabene seorang sarjana teknik bisa ngelamar di tempat seperti itu. Karena rata-rata pengajar disana adalah mahasiswa yang bekerja part time, artinya menjadi pengajar disana bukanlah pekerjaan utama. Pewawancara itu sekali lagi meyakiniku apakah aku mau mengambil pekerjaan itu. Beliau menyarankanku untuk mencari pekerjaan yang lebih baik, bahkan memintaku untuk mendatangi sebuah kampus di Bandung untuk melamar jadi asisten laboratorium disana. Hingga akhirnya kuurungkan niatku menjadi pengajar di tempat kursus itu setelah mendapat pencerahan dari pewawancaraku.

Delapan bulan menjadi pengangguran bukan hal yang patut dibanggakan. Bukan berarti aku nggak berusaha ya. Aku sudah amat berusaha dan cukup maksimal. Hanya saja mungkin saat itu Allah masih mengujiku untuk berjuang sekali lagi. Hingga akupun nekat pergi ke Jakarta untuk mengikuti Jobfair di Gedung SMESCO. Yang mengantri tak sedikit, ratusan orang berdesakan untuk masuk gedung. Untuk bisa masuk ke ballroomnya saja aku harus mengantri dua jam lebih. Apply di perusahaan apapun yang ada disana. Sayangnya lewat jobfair itupun tak satupun ada yang memanggilku.

Aku hampir saja menyerah. Namun melihat kondisi keluargaku saat itu membuatku berpikir bahwa aku nggak boleh menyerah. Sekali lagi aku mencoba ikut jobfair di Istora Senayan, dan alhamdulillah mulai dari jobfair itu aku mulai mendapatkan banyak panggilan. Semua panggilan aku datangi. Nggak peduli harus berdesak-desakan di KRL demi bisa mendatangi panggilan kerja, karena hampir semua panggilan kerja itu di Jakarta dan aku saat itu sedang menumpang tinggal di rumah pakdeku di Pondok Ranji. Sayangnya dari semua panggilan itu aku selalu terhenti setelah interview dengan user.

Sambil menunggu panggilan kerja lainnya, aku bekerja di tempat Pakdeku. Kebetulan beliau punya usaha sebagai pemilik distributor daging impor. Aku bekerja sebagai admin dan keuangan, terkadang aku juga jadi asisten karyawan pakdeku untuk mengantar pesanan daging ke konsumen. Di depan toko distributor daging ada kafe mungil milik ibuku. Pakdeku memberikan modal dan lahan rumahnya agar ibuku bisa membuka usaha disana. Akupun bekerja sebagai kasir sekaligus waiter di kafe itu.

Berbicara soal kafe, jangan bayangin kafe tempat anak muda nongkrong macem upnormal atau kafe unik lainnya ya. Dengan lahan setengah halaman depan rumah pakdeku, 4 meja panjang berjajar kursi, dihiasi pohon rambutan, ibuku menjajakan menu batagor, soto bandung, bandeng presto, dan keripik kentang balado. Tidak mudah membuka usaha di Jakarta ternyata, meskipun depan rumah dilalui banyak kendaraan pribadi, angkutan umum, maupun pelajar tak membuat kafe ibuku ramai dikunjungi setiap harinya. Beruntunglah, rekan-rekan pakdeku yang seminggu sekali datang ke rumah untuk latihan paduan suara gereja, jadi banyak dari mereka juga yang membeli bahan ketagihan jajan ke kafe ibuku (karena enak kali ya, hehe), juga promosi saudaraku ke teman-teman kantornya, jadi terkadang ada order jarak jauh yang biasanya diantar oleh karyawan toko daging pakdeku.

Empat bulan berjuang mencari pekerjaan di Jakarta, hingga akhirnya aku ditawari untuk internship alias magang di salah satu bank swasta di Tangerang Selatan oleh sepupuku. Aku bekerja di divisi HRD, dan jobdesk-ku adalah mendata calon karyawan customer service dan marketing yang akan diikutkan training. Sambil magang aku tetap mencari pekerjaan. Untungnya tempatku magang tak punya ikatan kerja, sehingga aku bebas untuk mencari pekerjaan dimanapun. Aku ikut psikotest dan interview yang kebetulan di hari Sabtu sehingga tidak mengganggu waktu magangku. Tak lama aku mendapat panggilan interview di sebuah perusahaan konsultan di Bandung. Kok bisa nyasar jauh ke Bandung ya? Jadi, sebelum aku berangkat ke Jakarta, aku sempat melamar disana. Pemilik perusahaan itu adalah saudaranya tetanggaku, dan beliau memberitahu kalau sedang ada lowongan disana, dan kesanalah aku. Sayangnya dua kali datang kesana tak pernah bisa bertatap muka sama si empunya kantornya, karena itulah aku memutuskan berangkat ke Jakarta.

Baru beberapa hari magang, nenekku menghubungiku dan memintaku untuk mengajukan lamaran kembali ke kantor konsultan itu, dan 2 hari kemudian aku langsung mendapat panggilan. Mau nggak mau, aku izin dengan atasanku untuk pulang ke Bandung memenuhi panggilan interview. Setelah proses interview yang cukup melelahkan (menguras otak karena ditanya tentang materi kuliah yang jelas-jelas sudah aku lupakan :D), aku kembali ke Jakarta untuk pamit. Lho kok pamit? Ya, aku langsung diterima bekerja disana, dan hanya diberi waktu 2 hari untuk menyelesaikan pekerjaanku di Jakarta. Jadi dengan berat hati aku harus pamitan dengan rekan-rekan kantor setelah 10 hari magang disana, ya cuma 10 hari. Tapi alhamdulillaah, setelah penantian delapan bulan menganggur akhirnya bisa mendapatkan pekerjaan, yang sebenar-benarnya bekerja.

Kembali ke Bandung, dengan kantor dan pekerjaan baru. Aku mendapat posisi sebagai asisten mekanikal dan elektrikal. Oh iya aku belum cerita ya tentang tempat baruku ini, adalah sebuah perusahaan konsultan perencanaan gedung, dimana kami disini membuat desain gedung yang biasanya disebut DED (Detailed Engineering Design) mencakup bidang arsitektur, struktur (sipil), elektrikal, mekanikal, interior dan eksterior gedung, serta estimasi biaya berupa rencana anggaran biaya untuk pembangunan gedung beserta item-item penting di dalamnya. Disana aku punya rekan drafter yang membantu menggambar instalasi di autocad berdasarkan hasil analisis asisten, ya aku. Misalnya menentukan jenis lampu apa yang dipakai, jarak antar lampu, berapa daya yang dibutuhkan yang kemudian digambarkan oleh drafter. Karena aku ada di bagian elektrikal dan mekanikal, ya lingkup pekerjaanku nggak jauh mengenai listrik, elektronika, mekanikal seperti AC dan hidran, plambing, serta sanitasi. Ribet memang awalnya, aku yang basicnya elektro arus kuat, ya harus belajar juga soal plambing dan sanitasi yang umumnya dipelajari di teknik sipil dan teknik lingkungan.

Bersama Teman-teman ME
Kerja di konsultan cukup melelahkan. Ketika banyak proyek datang, waktuku banyak kuhabiskan di kantor. Terkadang pulang kantor baru jam 11 malam, bahkan pernah sekali aku menginap di kantor karena ada pekerjaan yang harus dikumpulkan esok harinya. Tapi kalau proyek belum ada, waktu di kantor aku habiskan buat browsing, main game, atau sekadar membaca materi mengenai bidang pekerjaanku. Terkadang bosan, tapi ya mau gimana lagi, orang kerjaannya belum ada, haha.

Saat kuliah hingga aku lulus, tak pernah terpikirkan olehku untuk bekerja di perusahaan BUMN, khususnya PLN. Nggak sedikit temen Elektro-ku ingin bekerja disana. Namun karena godaan nenekku yang waktu itu dapat informasi bahwa ada rekrutmen PLN di Bandung dan orang-orang di rumah yang membujukku untuk ikut, jadi aku mencoba melamar kesana. Karena semua tahap rekrutmen diadakan di hari kerja, sehingga aku terpaksa "kabur" dari kantor untuk ikut rekrutmen.

Kalau dihitung, sudah 3 kali aku mengikuti rekrutmen PLN. Pertama aku ikut rekrutmen di Lampung. Aku daftar di Lampung karena saat itu aku masih ada di Bintaro, dan jarak Jakarta - Lampung tidak jauh. Sayangnya aku tidak berangkat karena saat itu sedang ramainya peristiwa jatuhnya pesawat Air Asia dan gelombang laut sedang tinggi-tingginya saat itu, sehingga aku hanya terhenti di tes administrasi. Kedua, rekrutmen lewat Jobfair ITB di Bandung, alhamdulillaah aku dapat mengikuti tahapan tes dengan lancar hingga namun aku terhenti di tes kesehatan (tes laboratorium) karena nggak lolos. Ketiga, rekrutmen via Jobfair Polban, dan menjadi rekrutmenku yang terakhir karena alhamdulillaah aku diterima sebagai calon pegawai untuk mengikuti diklat prajabatan. Senang, haru, bingung, semua perasaan itu campur aduk jadi satu. Bagaimana tidak, pengumuman itu keluar di saat kantor sedang banyak-banyaknya menerima proyek dan deadline pekerjaan yang semakin mendekat. Tapi seniorku, Kang Badrul, meyakinkanku untuk memilih PLN, yang sudah jelas masa depannya, yang lebih baik pekerjaannya. Setelah berpikir panjang, aku memutuskan untuk resign dari pekerjaanku.

Aku dan Teman-teman Perencanaan Angkatan 49
Bagiku, saat ini bisa menjadi pegawai PLN adalah hadiah dari Allah atas perjuanganku selama ini. Atas doa dari orang-orang yang menyayangiku dan tentunya atas izin Allah aku bisa berada disini. Kata orang untuk menjadi pegawai PLN itu susah, tapi alhamdulillaah setelah mengalami kegagalan 2 kali aku bisa diterima. Mungkin Allah masih ingin melihatku berjuang, belajar dari kegagalan-kegagalan yang aku alami sebelumnya. Agar aku tahu bagaimana rasanya jatuh dan bisa bangkit lagi. Aku percaya jika kita sungguh-sungguh menginginkan sesuatu, Allahpun tak segan untuk memberinya. Tinggal kita yang terus bersabar menunggu waktu yang tepat untuk mendapatkannya.

Buat teman-teman yang masih mencari kerja, tetap semangat. Kegagalan itu bukan sesuatu yang membuat kita mundur dan menyerah, tapi itu jadi semacam doping untuk kita agar kita bisa lebih baik lagi dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. So, untuk para pencari kerja, berjuanglah ^_^9!

4 komentar:

  1. Lika-liku banget yaa mba kisah perjalanan mencari pekerjaannya... Seperti yg aku alami sekarang, sudah 2bulan nganggur setelah resign dari pekerjaan pertamaa.. Mentoknya pasti di proses interview 😂
    Dan selamat yaa mba sudah berhasil jadi pegawai PLN.. Karna aku tau susahnya bisa mendapatkan pekerjaan ituu 😆

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe iya, mungkin aku dikasih jalan gini biar makin setrong :D
      Saranku banyak" nanya juga ama temen" yang sering lolos interview gimana tips dan triknya biar berhasil.
      Semangat juga ya nyari pekerjaan barunya, semoga bisa dapet yang lebih baik ^_^
      Hehe, iya makasih, jadi malu, hehehe..

      Hapus
  2. Wah selamat ya mbak..
    saya juga pernah merasakan hal yang sama :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, iya makasih.
      Wah, terus gimana ceritanya mas? Bisa sharing" nih, hehe..
      Sukses selalu di tempat kerjanya ya mas :)

      Hapus